I'm Evil
Setelah sekian lama absen dari timeline yang melambungkan namaku menjadi seorang juru ketok mejik di jagat per-twitter-an, akhirnya kemarin saya balik lagi ke dalam deretan kata-kata yang tersusun berdasarkan kronologi waktu. Padahal ada hal yang harus diselesaikan, entah mengapa dorongan untuk sign in dan memantau apa yang terjadi di sekitar terasa lebih penting dan menggiurkan. Membaca perkembangan karier seorang teman, memantau perkembangan terkhir mengenai kisah kasih dua pasangan, atau sekedar membaca gosip apa yang sedang hype di twitter.
Twitter memang menyajikan jalan-jalan ke setiap pikiran manusia yang mengetikan jarinya dan mem-posting dalam ruang 140 karakter. Sederhana dan bermakna (kecuali kalo isi timelinenya nyampah semua yah). Walapun isinya sendiri kurang bisa dipertanggungjawabkan. Hal terasyik yang saya rasakan ketika menjelajahi dunia ini ketika bisa menyepet omongan seseorang di timeline. Misalnya ketika seseorang mengungkapkan mengenai isi pikirannya yang terkedang jauh beda dengan kenyataan sebenarnya, sontak saya membuat tweet balasan walaupun tidak mention orangnya. Beberapa ada yang merasa, tapi banyak yang tidak (mungkin merasa tapi malas untuk serang balik) Hihihihi...
Am I evil? Yes, I was just being too honest for every people regardless their feeling. This is one of way how to speak up my mind. Not using concealer both in reality and social media, to simplify it "I'm not fake".
Ada kepuasaan tersendiri ketika bisa menyepet orang dan orang tersebut (mudah-mudahan) melakukan introspeksi dan retrospeksi diri terhadap masalahnya. Tidak sekedar membaca lalu tertawa diatas penderitaan orang lain dan tidak memberitahu kesalahannya. Dosa loh kalo membiarkan seseorang jatuh ke jurang padahal anda sendiri sedang berada di tepi jurang bersama orang tersebut.