Realitas Pahit

31 Desember 2011

Akhir tahun ini dikejutkan ketika bangun pagi, bangun pagi yang harusnya disemai riang gembira namun tidak hari itu. Mamah membuka pintu yang memang sengaja tidak dikunci dengan mengucapkan,
"Da, Pak Wawan meninggal semalem", cerita mamah
"Hah! Innalillahi wa innaillahi rojiun", kaget saya
FYI, yang meninggal adalah tetangga depan seberang rumah, yang kemarin baru dianter sama papah ke rumah sakit daerah Kartini Bekasi. Awal kejadiannya gara-gara terpleset di kamar mandi. Karena adanya pendarahan dalam kayaknya musti di rawat. Mamah one day pernah bilang,
"Kalo di kamar mandi ati-ati dan lantai gak boleh licin. Karena biasanya yang terpleset di kamar mandi kalo gak sakit serius yah meninggal", nasehat si mamah. Makanya mamah concern banget kalo kamar mandi licin sedikit, pokoknya dengan sigap dia nyikat atau nyuruh anak-anaknya yang nyikat termasuk saya. 
Suasana di depan rumah sudah dipenuhi berbagai macam orang yang berlalu lalang, entah apa kesibukannya. Pagi itu yang jelas saya basahi tubuh dengan berwudhu dan bergegas ke mesjid. Sesampai di sana, Subbhanallah jamaah yang hadir hari itu lebih banyak dari biasanya. Tidak hanya orang tua yang hadir ke mesjid, anak-anak pun turut serta. Mungkin karena shubuh ini mengetahui ada tetangga yang meninggal, setiap rumah membuka pintu untuk mengulurkan bantuan kemudian dilanjut dengan sholat berjamaah di mesjid.
"Terima kasih ya Allah telah menggerakan hati manusia-manusia ini untuk menunaikan sholat shubuh berjamaah di rumah-Mu", ucapku dalam hati. Walaupun terbesit keraguan akankah terus ramai seperti ini setiap harinya? Namun berusaha saya hilangkan dengan berdoa, "Ya Allah semoga mereka yang sholat disini diberikan keistiqomahan agar bisa terus meramaikan rumah-Mu".
Kematian mengingatkan kepada manusia yang masih bernapas akan adanya eksistensi sang maha pencipta, masalahnya sampai kapan ingat terhadap hal tersebut. Akankah dalam hitungan tahun, bulan, hari, jam, menit, bahkan detik. 

1 Januari 2013

Setelah kemarin diselimuti perasaan duka terhadap kehilangan satu tetangga, hari ini ternyata harus berduka juga. Pagi ini sama seperti pagi-pagi yang lainnya, seperti biasa kehidupan pagi dimulai dengan mematikan alarm handphone dilanjutkan dengan ke kamar mandi untuk sikat gigi dan berwudhu. Karena sebentar lagi adzan akan berkumandang. Pukul 04.05, kalo tidak salah. 
Oh iyah, semalam seperti biasa dalam setiap tahunnya, saya tidak ikut dalam euphoria perayaan tahun baru. Dari tahun ke tahun memang selalu berada di rumah tanpa ada acara yang spesial. Untuk kami sekeluarga, pergantian tahun layaknya malam-malam biasa yang tidak perlu dirayakan. Kehadirannya pun akan sambil lalu saja. Perayaan tahun baru selain tidak ada dalam ajaran Islam, lebih banyak mudharat yang terjadi. Kalo dirunut dari peristiwa sejarah, ternyata memang berkaitan dengan pemujaan terhadap paganisme (silahkan baca : Perayaan pagan) Jauh sebelum ada tulisan tersebut, sebenarnya saya sudah mengetahui mengenai hal itu karena gemar melahap buku dan artikel sejarah. 
Selesai bebersih dari kamar mandi, kembalilah ke kamar untuk berganti baju dengan yang lebih bagus. "Sudah rapi jali", senyum saya di kaca. Saya pun duduk-duduk di tempat tidur untuk menunggu adzan sambil mengecek notifikasi dari handphone.
10 menit telah berlalu, hati ini gelisah dan resah. "Kenapa panggilan Allah itu belum datang?" gumam dalam hati. Berbagai pertanyaan muncul di kepala. Apakah panggilan adzan sudah terlewat? ataukah adzan belum berkumandang? tapi ini kan sudah lebih 10 menit. Jika panggilan adzan telah terlewat setidaknya ada suara iqomat untuk menandakan dimulainya sholat. Jari jemari dengan tiba-tiba menari indah di handphone, mengetik kata kunci adzan telat. Diri ini sudah menggebu-gebu untuk berjamaah shubuh di mesjid, namun jika adzan telat berkumandang bagaimana sholatnya? di rumah ataukah tetap menunggu adzan. Sementara adzan di mesjid lain sudah bersahut-sahutan bahkan ada yang telah memulai sholat shubuh. Ketika memulai membaca halaman pertama, tiba-tiba 
... 
"Allahu akbar, Allahu akbar"
"Laa Illaahaa Ilaaallah

Alhamdulillah, adzan berkumandang juga akhirnya walaupun terdengar hanya buntut saja. Nampaknya muadzin lupa untuk mengeraskan speaker di mesjid karena suara adzan hanya terdengar bagian akhir dan  itupun tiba-tiba. Yasudahlah yang penting sudah terdengar oleh telinga ini. 
Bergegaslah diri ini ke mesjid, sesampainya di sana ... terperangah dan kaget dengan jemaah yang hadir. Baru kemarin hati ini senang karena yang hadir hampir tiga shaf. Pagi ini jumlah jamaahnya, seperti hari biasa pun tidak. Menyusut hingga dapat dihitung dengan menggunakan jari. Miris memang. Baru sehari Allah mengingatkan kita dengan keberadaan diri-Nya. Hari ini banyak manusia yang kembali lalai dan lupa akan hal itu. 
Belum lagi ketika sampai di rumah dan membuka timeline twitter di @pejuangsubuh, yang biasanya dipenuhi dengan berbagai macam retweet dan mention yang masuk, pagi ini hanya sedikit yang masuk dibandingkan dengan yang biasanya. Terlihat kan mana yang twitter untuk pencitraan dan beribadah via twitter dengan yang sungguh-sungguh dan mengharapkan ridho Allah SWT.   
Dalam sujud ku memohon maaf atas kekhilafan diri ini dan manusia-manusia lain yang lalai dalam menjalankan ibadah wajib, semoga mereka diberikan jalan untuk istiqamah di jalan-Mu. Maafkan kami yang mengikuti tradisi budaya lain yang lebih banyak mudharatnya dibandingkan mengikuti kajian di mesjid. Maafkan kami yang ragu atas keberadaan dan kekuasaan diri-Mu. Maafkan kami ya Rasullullah yang mengindahkan semua yang telah engkau ajarkan. Maafkan kami yang meniru budaya lain padahal mengajarkan untuk tidak mengikutinya. Maafkan kami umatmu yang membangkang padahal engkau telah mengajarkan dan memperjuangkan yang terbaik untuk umatmu, sebelum engkau meninggal pun kata yang engkau ucapkan adalah “Ummatii, ummatiia, ummatiii!” (terjemahan : "Umatku, umatku, umatku”) 
Maafkan...

Categories: , , ,

Leave a Reply