(Timeline) Hello Banjir
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Banjir : (kata kerja) berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap; (kata benda) peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat.
Bagi Jakartans dan polis-polis sekitarnya, kata ini sudah menjadi akrab di telinga sejak mereka kecil. Kata yang menjadi suka cita untuk anak kecil di kala hujan. Karena saat inilah kesempatan untuk berkeliling komplek menikmati 'kolam dadakan' yang tergenang di depan rumah. Lain halnya bagi para pekerja, bagi mereka kata tersebut merupakan mimpi menakutkan karena tidak bisa ke kantor, meninggalkan macet yang berkepanjangan, belum lagi ketika rumah mereka juga terkena dampaknya. Bagi pemerintah Jakarta dan daerah sekitarnya, hal ini merupakan pekerjaan rumah yang entah kapan bisa selesainya. Karena dari gue kecil, sampe sekarang masalahnya belum selesai. Tambah parah malah iya.
Kalo banjir besar di Jakarta dibilang siklus 5 tahunan, gak juga sik, kadang-kadang berubah. Kadang 5 tahun, kadang 6 tahun, malah kadang 7 tahun sekali.
Ngomong-ngomong soal banjir, gue punya cerita yang mau diceritain terkait banjir dan teman-temannya ini. Dulu tahun 90an kalo udah ada blog, koneksi internet secang-cing sekarang, dan aksesnya mudah. Mungkin sudah dibukukan dalam bentuk blog. Namun karena yang terjadi sebaliknya, mari kita mengandalkan hasil kreasi Allah yang Maha Sempurna (baca : otak) untuk mengingat kembali seperti apa kejadian dulu.
- 1996
Waktu itu gue kelas 3 SD, umur seginilah pertama kali mengenal banjir dan nekat main banjir-banjiran di depan rumah. Berniat untuk membolos dari awal untuk bermain banjir-banjiran dengan menaruh semua tas dan perlengkapan belajar di tempatnya. Padahal udah rapi jali mau menuntut ilmu *pencitraan*. Berbekal kaos kutang dan celana dalam (pakaian kebesaran ketika itu), gue mencemplungkan diri layaknya berenang di kolam renang anak-anak. Dari awal emak udah ngelarang maen banjir-banjiran dan tetep di rumah aja. Ya tapi namanya juga anak-anak dan lagi bandel-bandelnya. Mau dibilangin gimana pun tetep aja gue melalang buana ke sekitar kompleks yang terkena banjir. Senengnya berjuta-juta kala itu, maen ujan-ujanan dan banjir-banjiran. Dalem otak gue cuma ada satu frase jika diibaratkan Barney Stinson "It's gonna be LEGEN, wait for it DARY".
Banjir kala itu sempet masuk ke rumah dengan ketinggian setelapak kaki. Tidak begitu tinggi memang, namun membuat seisi rumah gempar karena ini memang pertama kalinya air tertadah di rumah kami dengan anggunya (walopun cuma ruang tamu aja sih).
Alhasil banjir tersebut tidak menyisakan lumpur ataupun tanah yang harus dibersihkan, namun sejumlah 'berlian' dan 'permata' nempel di badan gue (baca : borok). Terlahir dengan kulit yang memiliki sensitivitas terhadap kuman dan bakteri, jadilah setelah banjir reda kulit menjadi gatal dan sering digaruk. Mengharuskan gue untuk ke dokter anak untuk diobati. Gak kapoklah buat maen banjir-banjiran lagi ke depannya yang jelas.
- 2002
Di tahun ini, genap setahun adek terakhir gue lahir. Di tahun pertamanya yang lupa-gue-udah-bisa-ngapain-aja bayi umur segini, adek gue harus menjadi saksi genangan air yang tingginya naik beberapa centimeter dibandingkan tahun 1996. Cakupannya juga melebar, kalo dulu hanya ruang tamu yang tergenang, kali ini hampir seluruh isi rumah tergenang. Hal ini mengakibatkan anggota keluarga Suhendar bergotong royong memindahkan perabotan rumah tangga ke lantai dua. Sedangkan perabotan yang sulit dipindahkan dikarenakan kondisi tangga yang tidak memungkinkan terpaksa harus ditaruh di bawah dengan menggunakan pengganjal di bawahnya agar tidak terendam air. Seluruh penghuni rumah lantai bawah pun mengungsi ke atas untuk mendapat tempat yang lebih nyaman. Suasananya mirip pengungsian banjir yang terlihat di tipi-tipi, kasur berserakan di lantai, perabotan rumah tangga berantakan, makan pun hanya indomie dan nasi karena akses jalan yang tidak bisa dilalui. Sangat disayangkan sih gak ada fotonya. Selama semalam warga lantai 1 mengungsi ke lantai dua.
- 2007
Sedih sih buat gue karena harus absen 'menikmati' banjir tahun ini. Dikarenakan sedang melanjutkan pendidikan di Bandung, gue cuma kebagian cerita-cerita nyokap gue yang terkadang dibuat lebay sama si penceritanya tentang banjir yang terjadi tanpa bisa merasakan air-air yang mengalir itu. Tapi bukti-bukti otentiknya masih ada dan tergambar di tembok rumah. Buktinya berupa ketinggian banjir yang menggenangi rumah, kira-kira sebetis gue. Phew! gak bisa dibayangkan berapa parahnya banjir yang terjadi dan selama di Bandung gue cuma komen, "Ooooohh segitu". Bad side of me, yang tidak berempati terhadap banjir di rumah sendiri.
- 2013
Perkiraan banjir yang akan datang pada tahun 2012 ternyata meleset. Tahun 2012 malah banyak dihebohkan dengan isu kiamat dan the end of the world menurut ramalan suku Maya di Amerika Selatan. Nyatanya banjir berlabuh ke Jakarta dan sekitarnya di akhir tahun 2012 dan di awal 2013. Tanggal 22 Desember tepatnya, saat banjir jilid pertama menyapu Jakarta, saat gue sedang menghadiri resepsi pernikahan teman di Islamic Center Bekasi. Sepulang dari acara tersebut gue memutuskan untuk hang-out sama salah satu temen. Ketika sedang asyik-asyik jalan di Bekasi Square, hujan pun mengguyur Bekasi dan langit pun gelap. Berteduhlah kita sambil minum teh tarik di JCO sambil ngobrol ngalor ngidul. Sedang asyik-asyiknya ngobrol handphone berdering, ternyata dari emak yang meminta pulang dengan segera karena hujan makin besar dan di rumah mati lampu. Ditambah adik gue yang dikenal sebagai penakut sendirian di rumah. Dengan menerjang dan menerobos rintikan hujan gue pun sampai di rumah kemudian membuka laptop. Begitu dibuka, gambar-gambar update-an di timeline memperlihatkan genangan-genangan yang terdapat pada jalan protokol Jakarta. "Oooohhh banjir"
Gue pikir mimpi buruk tentang bayangan siklus 5 tahunan telah berakhir, di awal tahun tepatnya hari ini, hujan kembali menyapa Jakarta dan sekitarnya. Kemarin air memasuki ibu kota dan menggenangi wilayah rawan banjir seperti Kampung Melayu, Bidara Cina, Grogol, dan wilayah lainnya. Namun hari ini banjir sudah merata ke setiap wilayah di Jakarta. Sistem commuter line yang mengangkut penduduk dari daerah pinggiran ke ibukota lumpuh, banjir menggenangi stasiun utama seperti Stasiun Kota dan Stasiun Tanah Abang. Emak yang udah bersemangat pergi kerja dari pagi, terpaksa diturunkan di Stasiun Klender dengan terpaksa oleh PT. KAI karena kondisi stasiun tujuan yang tidak memungkinkan. Seluruh koridor busway pun ditutup karena genangan air semakin tinggi dan tidak mungkin untuk dilewati. Istana Negara, UOB Plaza, Sarinah Thamrin, Gedung Kesenian Jakarta, Deustche Bank tidak dapat luput dari serangan ini.
Rumah kami pun, tergenang air setinggi leher, leher cacing tapinya. Alhamdulillah banjir kali ini tidak lebih buruk dari tahun 2007. Karena sanitasi di sekitar kompleks di perbaiki dan beberapa bagian rumah pun telah dibuat tinggi. Well Hello Banjir!