2009 : Reverse Culture Shock
Dulu ketika 2009, sebaliknya dari kegiatan pertukaran pelajar di Korea Selatan kerjaan gue ngeluh mulu. Ngeluh sistem transportasi Damri Dipati Ukur - Jatinangor yang bisa tujuh tahun berkuda lamanya. Orang Indonesia yang suka nyelak antrian dan buang sampah sembarangan, Ngerorok di sembarang tempat, sistem pembayaran mata kuliah yang bikin ribet dan berbagai macam keluhan lainnya yang kalo dijabarin bisa berentet dari Sabang sampai Merauke.
Maklum, tinggal di negara orang selama empat bulan meninggalkan kesan yang menyenangkan karena emang pada dasarnya nilai-nilai di sana udah dipraktekan dalam kehidupan gue sehari-hari, jadi gak perlu penyesuaian lama terhadap budaya setempat. Kalo orang lain mengalami culture shock, ini yang dinamakan reverse culture shock. Jadi ketik balik ke negara asal malah mengalami merasa asing (padahal di negara sendiri). Ternyata bukan gue doang, teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama. Deym you Korea!
Masa-masa reverse culture shock ditandai dengan kangen dengan Korea, kangen dengan teman-teman di sana dan gue emailin atu-atu (walopun rata-rata mereka jarang atau hampir gak pernah ngebales email gue, CIH katanya keep in touch!). Lalu nonton drama-drama Korea dan update perkembangan Korea melalui internet. Sampe skripsi gue pun tentang Korea. Anjrit! I couldn't loose this glued memories.
Baru sekitar tahun pertengahan 2010 dimana gue harus menyelesaikan skripsi yang sempet tertunda karena gue malah sibuk nyari duit, perlahan-lahan gue mulai bisa melupakan yang namanya Korea. Walopun gak bener-bener lupa banget tapi yah mengurangi kadar Kekoreaan ah.
Kalo dipikir-pikir lama banget yak gue bisa mengatasi reverse culture shock dan ternyata lebih bahaya dari culture shock. Bahayanya ya skripsi ketunda, lulus yang bisa sedikit telat bisa jadi tttttttttteeeeeeeeeelllllllllaaaaaaaaaaatttttttttt banget. Padahal dalam masa-masa itu kan bisa cari kerja dan persiapan beasiswa. Tapi yah namanya hidup, harus dijadikan pembelajaran, ambil hikmahnya, dan jadikan bekal di kemudian hari. Ternyata mencintai sesuatu itu bisa berbahaya.